Sabtu, 02 Juli 2011

MELEPAS GUNDAH

ternate 22 maret 2011

Dimulai dari bau bangkai tikus yang menyengat, lalu kadal dan kemudian lipan yang sengatannya cukup berbisa. Ruang kerja ku yang nyaman mulai menebarkan terror bau dan intimidasi ketakutan, yang berpengaruh signifikan terhadap rasa malas tuk menyelesaikan pekerjaan. Sebenarnya ruangan 3 x 4 ini cukup nyaman tuk menghasilkan hal-hal besar, namun jarang sekali kugunakan. Aku lebih sering nangkring di ruang rapat staf, sehingga ruangan kerja ini lebih banyak kosong dan tertutup.

Aku terangkan padamu, sesuai dengan prinsip dasar latihan menulis; seperti apa ruangan tempat ku merumuskan dan merampungkan pekerjaan-pekerjaan kantor. Seperti yang sudah ku kemukakan sebelumnya, ruangan ini memiliki ukuran 3x4 m, berisikan satu buah lemari, 2 meja dan satu kursi bos . Di dalam lemari yang terbuat dari kayu lapis (ampas kayu yang dimampatkan), sisa program LEAD-UNDP, berisikan arsip-arsip kerja lembaga. Diatasnya terdapat 3 file dokumen, yakni; ANTAM, WBN dan NHM. Diatas meja yang berada di depan pintu masuk, terdapat file-file arsip , serta 2 laptop yang telah almarhum.

Dimulai dari bau bangkai tikus yang menyengat, tulisan ini akhirnya nongol ke permukaan. Saya jadi teringat Interupsi Tan Malaka dalam Naar de ‘Republiek Indonesia’ cetakan pertama tahun 1924. “Kelahiran suatu pikiran sering menyamai kelahiran seorang anak. Ia didahului dengan penderitaan-penderitaan pembawa kelahirannya”, demikian bunyi ‘interupsi’ di pengantar buku Menuju Republik Indonesia yang cukup fenomenal itu. Gundah gulana, resah dan sesak menjadi barisan penyerang yang terkonsolidasi dengan apik merengsek batas ketentraman hari-hari ku. Sempat membuatku terpojok hingga se-bulan lamanya. Ketentramanku berontak, lahirlah melepas gundah, ternate 22 maret 2011.

Aku ingin bercerita lewat tulisan. Dapat kuprediksi, tulisan kali ini sulit tuk beraturan. Karena, yang kutulis adalah rekam pertarungan dan lompatan ide melawan realitas kemalasan yang suntuk. Menjadi tak beraturan karena, tak kuredam apa saja yang nongol atau sekedar numpang lewat di memoriku, saat jemari menari menekan tuts-tombol keyboard laptop yang adalah miliki Rio Gova. Ku akan berusaha memegang kendali diri agar tak mengedit atau menata tuk kerapian tulisan ini. Apa saja kan kutulis, sambil menanti jasa Ido yang sementara membeli 2 bungkus mi instan rebus dan sebungkus rokok, menggunakan motor Bongki yang baru hari ini ia gunakan ke kantor setelah sebulan di bawanya dari dealer.......(seterusnya rahasia internal walhi malut :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar